Selasa, 27 September 2016

Posted by Unknown | File under :
Puisi Nurul A’la

Istifadah

Istifadah
Di matamu ada ruang tak bertepi
Meretas bidai surga nan terjal
Semburat senyum
Sederet mega di wajahmu
Juga petuah yang kau kecupkan di ubunku
Adalah jalan lurus bagiku

Di atas garis tanganku
Kini aku belajar berdiri
Merapatkan kening di penghujung malam
Dan menyimpan kata-kata demi keheningan

Jogja, 2016

............................................................................................................................................................


Meretas Bidai Surga nan Terjal
Oleh: A. Khotibul Umam*

Menangani sebuah gubangan sastra yang berbentuk puisi (sajak) untuk sekedar memahami atapun menafsirkan tentang apa yang penulis tuliskan dalam sebuah karyanya, tentu saja bukan hal yang mudah bagi saya yang baru saja berkenalan dalam dunia sastra. Jangankan menguliti satu persatu larik yang penyair tuliskan dalam sebuah puisi, membacanya pun saya masih kurang mengerti apa itu puisi.

Namun, dalam hal kali ini saya memaksakan diri untuk sekedar megulas sebuah puisi yang mungkin menurut saya sebuah kewajiban dalam proses belajar menulis. Dari semua sajak yang saya sukai, ada dua nama penyair yang paling saya tidak mengerti tentang karyanya. Dia adalah Afrizal Malna dan satu lagi Sutardji Calzoum Bahri. Dan pada kesempatan kali ini saya ingin mencoba mengulas satu-persatu sajak yang telah di tulis oleh penyair muda Nurul A’la yang telah berjudul sangat memukau. “Istifadah”.

Rentetan sajak yang digabung dalam satu judul “istifadah” ini membuat saya bersemangat dalam mengulas beberapa bagian-bagian dalam sajak yang penyair tuliskan. Dalam sajak di atas, saya mulai dari ulasan judul yang penyair berikan. “Istifadah” sebuah judul yang menurut saya mirip sekali dengan nama manusia, Dengan begitu dapat dipastikan bahwa penyair menulis sebuah sajak yang diperuntukkan kepada sebuah wanita dan barangkali kekasihnya. Sebab hanya dari ulasan judul yang banyak mempunyai kesamaan dengan nama perempuan.

Dan pada larik ke-2 yang berbunyi “di matamu ada ruang tak bertepi” penulis meletakkan metafor “ruang” dalam mata, saya beranggapan bahwa penyair menggambarkan di mata seseorang itu terletak sebuah sesuatu anggaplah sebuah harapan yang namun tak pasti. Sedangkan larik selanjutnya, saya memahami larik tersebut dalam tiap katanya. “Meretas” yang berarti suatu yang telah putus, dan “bidai” yang saya artikan sebuah hubungan, juga “terjal” yang berari jurang. Jadi seakan-seakan kita dihadapkan dalam sebuah hubungan yang kandas atau dalam bahasa anak muda sekarang (putus).

Pemakaian diksi dan metafor dalam sajak “Istifadah” ini cukup ada keserasian antara bait saru untuk di pahami. Dan pada akhirnya saya pun cukup mengerti tentang apa yang penulis maksudkan dalam sebuah sajak-nya ini, karena penyair membuatnya dengan sangat singkat dan padat.

Dalam sajak yang berjudul “Istifadah” ini saya merasakan sebuah keterharuan begitu mendalam yang dirasakan oleh penyair muda Nurul A’la di mana dalam sajaknya ini beliau bercerita tentang kehidupan cintanya yang berakhir dengan cara yang mungkin menurut saya istimewa, hal ini terbukti dalam sebuah larik yang terdapat dalma sebuah sajaknya itu “juga petuah yang kau kecupkan di ubunku”  dan diteruskan dalam bait selanjutnya “adalah jalan lurus bagiku” dapat dimengerti bahwa penulis menerima dengan lapang dada tentang sebuah keputusan yang telah terjadi di tengah hubungannya yang telah usai itu, dan mencoba  bersabar atau dalam bahasa gaulnya sekarang itu, move on.

“merapatkan kening di penhujung malam” adalah sebuah larik di mana penulis menuliskan setelah keputusan itu terjadi maka dalam pandang saya larik tersebut ibaratkan mengumpulkan kesediaan dalam kehidupannya. Dan larik penutupnya yang berbunyi “menyimpan kata-kata demi keheningan” sebuah larik yang ditulis oleh si penyair yang seaka-akan penyair tak akan bicara banyak hal dalam sebuah hubungannya dan cukup ia simpan sebagai sebuah kenangan dalam cinta.
   
Dari sekian banyak karya sastra terutama puisi, menurut saya tak ada yang bisa mengerti secara rinci apa itu isi dari sebuah sajak yang telah penyair tuliskan. Namun dalam puisi ada multitafsir yang dapat membuat semua orang terutama yang senang pada dunia sastra terutama puisi, bisa memahami tentang sebuah sajak yang penyair tuliskan. Dan sama halnya pada saya yang hanya menggunakan cara pandang saya sendiri untuk memahami apa itu puisi.

Mungkin dari sederetan sajak Nurul A’la. Kita sama-sama memahami tentang sebuah kehidupan cinta yang tenag berlabuh pada ambang pintu perpisahan. Sangat menyenangkan sekali saya katakan membaca puisi karya Nurul A’la ini. Mungkin dari semua kawan-kawan yang lebih tahu lebih dalam menanggai sebuah puisi dapat membantu saya lebih bergiat lagi dalam hal belajar membedah sebuah karya sastra.

Dan akhirnya dari sayap ribadi semoga apa yang saya tulis dapat dijadikan sebuah bahan pembelajaran dalam diskusi kali ini. Dan permintaan dari saya pribadi, apabila pembaca mendapat sebuah kekeliruan atas tulis saya ini, saya minta maaf yang tiada batasnya. Sebab ini menurut saya masih sangat jauh dari kata sempurna.

*aktivis lampu merah
22 September 2016

0 komentar:

Posting Komentar