OLEH: MUCHLAS J. SAMORANO
Politik dan Kontestasi:
Sebuah Pengantar
Tulisan ini, mulanya, hanyalah ikhtisar untuk mengikat jauh pembacaan Saya tentang literatur interdisipliner ilmu politik. Kontestasi—yang tak jarang juga menelurkan konstelasi—dalam politik justru menjadi turning point (titik-balik) untuk mengungkap kajian analitis; semacam mengasah keterkaitan korelatif antara teori dengan praksis. Dalam politik, kontestasi menjadi event garde politik elektoral. Kontestasi adalah tonggak utama sistem politik demokratis. Tentu, politik adalah soal ‘tata-cara bersaing’.
Paska reformasi, penataan sistem politik Indonesia nyaris menemukan titik gemilangnya. Firmazah mencatat, ada 4 peruabahan arus besar dalam sistem politik paska peristiwa 21 Mei 1998, 2 di antaranya: (1) lahirnya sistem multi-partai sebagai bentuk rekonstruksi dari ‘tri-partai’ Orde Baru; (2) perhitungan suara menggunakan voting system dan bukan berdasarkan nomor urut . Pada gilirannya, sistem multi-partai mendesak setiap—meminjam Pareto—‘elite yang memerintah’ untuk menyalurkan ‘kehendak kuasa’ dalam setiap kontestasi. Makanya, politik adalah seni merebut kuasa. Dengan segala cara, tentu saja.
Politik dan Kontestasi:
Sebuah Pengantar
Tulisan ini, mulanya, hanyalah ikhtisar untuk mengikat jauh pembacaan Saya tentang literatur interdisipliner ilmu politik. Kontestasi—yang tak jarang juga menelurkan konstelasi—dalam politik justru menjadi turning point (titik-balik) untuk mengungkap kajian analitis; semacam mengasah keterkaitan korelatif antara teori dengan praksis. Dalam politik, kontestasi menjadi event garde politik elektoral. Kontestasi adalah tonggak utama sistem politik demokratis. Tentu, politik adalah soal ‘tata-cara bersaing’.
Paska reformasi, penataan sistem politik Indonesia nyaris menemukan titik gemilangnya. Firmazah mencatat, ada 4 peruabahan arus besar dalam sistem politik paska peristiwa 21 Mei 1998, 2 di antaranya: (1) lahirnya sistem multi-partai sebagai bentuk rekonstruksi dari ‘tri-partai’ Orde Baru; (2) perhitungan suara menggunakan voting system dan bukan berdasarkan nomor urut . Pada gilirannya, sistem multi-partai mendesak setiap—meminjam Pareto—‘elite yang memerintah’ untuk menyalurkan ‘kehendak kuasa’ dalam setiap kontestasi. Makanya, politik adalah seni merebut kuasa. Dengan segala cara, tentu saja.