Rabu, 28 September 2016

Posted by Unknown | File under :
OLEH: MUCHLAS J. SAMORANO

Politik dan Kontestasi:
Sebuah Pengantar

Tulisan ini, mulanya, hanyalah ikhtisar untuk mengikat jauh pembacaan Saya tentang literatur interdisipliner ilmu politik. Kontestasi—yang tak jarang juga menelurkan konstelasi—dalam politik justru menjadi turning point (titik-balik) untuk mengungkap kajian analitis; semacam mengasah keterkaitan korelatif antara teori dengan praksis. Dalam politik, kontestasi menjadi event garde politik elektoral. Kontestasi adalah tonggak utama sistem politik demokratis. Tentu, politik adalah soal ‘tata-cara bersaing’.


Paska reformasi, penataan sistem politik Indonesia nyaris menemukan titik gemilangnya. Firmazah mencatat, ada 4 peruabahan arus besar dalam sistem politik paska peristiwa 21 Mei 1998, 2 di antaranya: (1) lahirnya sistem multi-partai sebagai bentuk rekonstruksi dari ‘tri-partai’ Orde Baru; (2) perhitungan suara menggunakan voting system dan bukan berdasarkan nomor urut . Pada gilirannya, sistem multi-partai mendesak setiap—meminjam Pareto—‘elite yang memerintah’ untuk menyalurkan ‘kehendak kuasa’ dalam setiap kontestasi. Makanya, politik adalah seni merebut kuasa. Dengan segala cara, tentu saja.

Selasa, 27 September 2016

Posted by Unknown | File under :
OLEH: TAUFIQ STAQUF

Kabar buruk tentang Indonesia menyerbu tiada henti di media masa dewasa ini. Kekerasan dan korupsi yang seolah tiada akhir membuat mata dan pendengaran kita dibuat kacau karenanya.

Saking kacaunya, ketika kita memejamkan mata, mungkin kita akan melihat Indonesia serupa kapal pesiar mewah Titanic yang indah bukan buatan, dan besar bukan kepayang, akan tetapi segera tenggelam karena menabrak gunung es yang terlihat kecil dan mulanya disepelekan sang nahkoda kapal.

Dengan telinga yang bahkan ditutup oleh kedua tangan kita sekalipun, mungkin kita akan mendengar kehebohan suara panik di lambung kapal, perdebatan di ruang kendali untuk mengganti nahkoda dan gema teriakan orang yang berebut sekoci minta diselamatkan.
Posted by Unknown | File under :
OLEH: AINUR RAHMAN

Manusia mempunyai kesempurnaan tertinggi dari pada makhluk lainnya, yang di ciptakan Tuhan sebagai insan yang berakal. Dari akal tersebut yang membedakan manusia dengan sebangsa binatang. Lalu dengan adanya reproduksi dari pasangan manusia, (lelaki dan perempuan) dari tahun ke tahun yang semakin membiak dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Terjadilah sebuah kelompok-kelompok manusia, atau masyarakat yang membentuk suku-suku bangsa yang berbeda, juga dengan etnik yang meragam. Yang menduduki berbagai suatu wilyah-wilayah yang mempunyai aneka kultur, serta kepemerintahan yang berbeda dari satu penduduk ke penduduk lainnya.
Posted by Unknown | File under :
Puisi Nurul A’la

Istifadah

Istifadah
Di matamu ada ruang tak bertepi
Meretas bidai surga nan terjal
Semburat senyum
Sederet mega di wajahmu
Juga petuah yang kau kecupkan di ubunku
Adalah jalan lurus bagiku

Di atas garis tanganku
Kini aku belajar berdiri
Merapatkan kening di penghujung malam
Dan menyimpan kata-kata demi keheningan

Jogja, 2016

Posted by Unknown | File under :
"OLEH: SALMAN RUSYDIE ANWAR"


    Saya lupa puisi berikut ini detailnya ada di halaman berapa. Tapi yang pasti itu puisinya Faizi L Kaelan, yang terangkum dalam antologi puisi tunggalnya, Delapanbelas Plus. Di antolongi tersebut, Faizi L Kaelan menulis sebuah puisi yang berbunyi demikian; kau memang bukan segalanya bagiku, tapi nyaris. Dalam diksi antara bukan dan nyaris ini, terbentanglah lorong panjang pergulatan dimana penolakan dan pengakuan, seakan sama-sama datang ke hadapan kita dan meminta untuk segera dipikirikan.

    Dalam puisi tersebut, saya dibuat begitu terpukau hanya pada satu kata; nyaris, yang merupakan kata pertama dalam tulisan ini namun menjadi kata terakhir dalam puisinya Faizi. Nyaris, ya, nyaris. Kata ini-termasuk dengan rangkain diksi sebelumnya-terasa istimewa dan begitu memikat saya. Semua itu tidak lain karena beberapa hal.

Posted by Unknown | File under :
pu

(PUISI FARISI AL)

MUSIM (2)


#
suatu waktu hujan jatuh
melubangi kenangan di jantungmu

dadamu basah oleh rindu
berlumur waktu yang runtuh
    --kecemasan bagai layang-layang
terbang di ketinggian yang bimbang
:antara pulang
dan
putus tak kembali

#
suatu waktu hujan hilang di jantungmu
membawa bekas rindu
--kecemasan akan selalu gugur dan kerontang
 sampai kemarau juga hilang dari pangkuanmu
            :membangun waktu
dari pedih yang sama

Solo-Yogya, 2016
Posted by Unknown | File under :
(PUISI BADRUL FUADI )

Rinduku Padamu

Hujan air mata yang selalu membasahi tubuhku ini
Tak akan pernah berhenti mengalir karena kerinduanku padamu
Jika yang letih telah mampu membawaku tenggelam dalam kerinduan

Dan bila kusandarkan ini pada angin
Angin pun enggan menopangnya
Dan bila kubebankan kerinduanku ini pada paruh burung
Burung pun memilih diam

Dan bila kutitipkan kerinduan ini pada bulan
Bulan pun enggan membawanya dan meredupkan sinarnya

Lalu kucoba membawa pada air yang mengalir dengan tenang
Namun air pun menolaknya dan bergejolak
Melahirkan riak-riak dan gelombang

Posted by Unknown | File under :
Syarat awal untuk menjadi santri di pesantren ini adalah mandiri alias mencegat kiriman dana dari orangtua. Setiap santri wajib menulis, terutama berorientasi pada media massa. Honor yang diperoleh dari menulis di media massa itulah yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Secara umum, pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru, atau yang lebih kondang disebut kiai. Santri yang belajar di Pesantren disediakan tempat untuk belajar, asrama untuk menginap, dapur untuk memasak, masjid untuk beribadah. tak ayal kalau pesantren pencetak santri-santri, kiai, ahli tafsir, mubaligh. Namun dari sekian tujuan, ada sebuah pesantren yang mayoritas berkarir sebagai penulis.