Jumat, 07 Oktober 2016

Posted by Unknown | File under :
Kredo Rahasia
lsky.com


Rahasia adalah kenyataan yang diasingkan
Dan kesunyian begitu akrab;
Ia musik yang asing bagi liriknya
Ia hulu yang tak merindukan hilir
Dan luka yang gagap pada perih
Maka biarkan ia berlayar menuju samudera kesunyian

Kutub, 2016


Untuk May

May, kau tahu
Perempuan adalah tumpukan rahasia;
Menyeret lelaki pada pusaran khawatir
Membiarkan lelaki ditusuk oleh kerinduan,
Kerinduan yang membentangkan jalan
Kepada siapa ia akan berakhir

Posted by Unknown | File under :
Kaisar Hujan
lsky.com


Wajah langit berkerut bulu-bulu matanya lebat oleh legam
di udara dingin merambak menaik lantai-lantai malam
lalu tiba ada yang jatuh dari ketinggian  sebagai peluru hujan
menembus tubuhku yang gemetar bersedekap memeluk harap yang tumpas

Sampai kini cuaca masih menggelar kegaduhan pada ambang malam
dari lalu hingga malam berlalu langit terus tembakkan
peluru-peluru hujan lamban tapi tak terbilang berapakali menhujam
jadikan daun-daun berlubang sebagai kini atap perteduhan
membuat kata-kata gemigil mendekap makna dingin pada diri sendiri

Cabeyan,Yogyakarta,2016.


Posted by Unknown | File under :
lsky.com
Sebagai sebuah karya yang adiluhung, karya sastra merupakan satu entitas yang demikian kompleks. Karya sastra menjadi kenyataan yang demikian subtil karena ia tidak berdiri secara otonom samasekali, ia tidak tercerabut dari realitas-realitas di luar dirinya, realitas sosial tentunya. Sejauh ini karya sastra galib disadari sebagai karya yang memuat saban peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik ia peristiwa sosial atau bahkan peristiwa metafisika-transenden yang coba disajikan dengan sebentuk karya oleh para pelaku sastra, misalnya Gus Mus-yang banyak menulis tentang getaran-getaran ilahiah-membangun karyanya dengan dimensi religousitas berbanding lurus dengan kenyataan sosial Gus Mus hidup yaitu, di pesantren, atau WS Rendra dengan syair-syair kritisnya yang membakar, juga tidak terlepas dari latar ia menekuri hidupannya.

Satu kenyataan bahwa, khazanah sastra Indonesia justeru asing dengan soal-soal disabelitas yang mesti diangkat menjadi satu proyeksi, untuk membuka persepsi masyarakat terhadap penyandang disabelitas sebagai individu yang spesial. Hingga sampai saat ini, khazanah sastra dan seni Indonesia terasa gagap dan takut untuk menyandingkan realitas sastra dengan kenyataan difabel di masyarakat. Ada kenyataan berpikir dikotomis dalam khazanah mereka. Jika sastra adalah satu entitas, maka disabelitas merupakan satu entitas yang lain; persoalan disabelitas adalah tanggung jawab kementrian sosial dan pekerja sosial (Peksos), sedang pelaku sastra lebih berhak untuk menekuri soal romantisme an sich.

Rabu, 05 Oktober 2016

Posted by Unknown | File under :
lsky.com
    Percayalah, setelah mendengar cerita ini, kau akan selalu mengingatnya. Sosoknya akan senantiasa bergelayut dalam ingatanmu. Tapi tentu saja ia tak akan kau ingat setiap saat. Tidak akan seperti. Ia akan mencengkeram ingatanmu, hanya ketika kau dan kawan-kawanmu tengah berbincang tentang perempuan, dan hal-hal yang hanya berhubungan dengan perempuan.

    Jangan pernah sekali-kali merasa ada sesuatu yang janggal, jika setelah mendengar cerita ini, kau sama-sekali tak akan mengingat sosoknya tatkala kau dan kawanmu membincangkan hal-hal lain, semisal tentang negara yang patut kau curigai ini. Apalagi saat kau membincangkan hubungan tak masuk akal antara sebatang rokok dan secangkir kopi, ingatanmu sama-sekali tak akan terpatri pada sosok yang akan segera kau jumpai dalam cerita ini.

    Kau boleh saja menyematkan gelar atau julukan apa saja padanya. Apa saja. Bahkan kau boleh menyejajarkannya dengan sampah, batu, ampas kopi, abu bekas pembakaran rokok. Atau bahkan dengan bangkai curut-curut yang dapat dengan mudah kau temui di atas aspal jalan. Ya, curut-curut dalam ingatanmu, yang entah bagaimana mulanya, selalu berpose layaknya model yang tengah telentang di muka aspal, dengan mulut ternganga bersimbah darah. Semua itu hanya supaya ingatanmu dapat dengan mudah memanggil sosok ini.
Posted by Unknown | File under :
 Ahmad Naufel. Penulis adalah peneliti Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selama dua hari berturut-turut pekan lalu, 22 dan 23 April, kita bersua dengan dua momentum: Hari Bumi (22 April) dan Hari Buku (23 April). Dua momentum itu mampu berjalan sinergis, tidak tumpang tindih, dan saling melengkapi antara satu sama lain.

Semangat “kebumian” dan semangat “kebukuan” dapat terwujud dalam satu lorong aktualisasi. Itulah yang redup dari diri bangsa ini. Kesadaran menyayangi bumi terempaskan sehingga kebakaran hutan menciptakan jelaga yang mengotori langit-langit kebangsaan kita.
Posted by Unknown | File under :
Ahmad Naufel (Istimewa) Solopos

Ahmad Naufel. Penulis adalah peneliti pada Pusat Studi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bulan ini umat manusia memperingati tiga kelahiran, yakni kelahiran Muhammad SAW. (Maulid Muhammad),  kelahiran Yesus (Natal), dan kelahiran lini masa baru (tahun baru 2016). Pada suatu kesempatan Muhammad SAW pernah bersabda kullu mauludin yu ladu ‘alal fithroh (setiap kelahiran pada dasarnya adalah suci).

Peringatan kelahiran Muhammad selalu hadir dengan puja-puji sebagai penanda keriangan atas lahirnya manusia agung yang mengemban misi memperbaiki moral umat yang digerus kejahiliahan.  Maulid bukanlah peristiwa dengan pesolek ornamental, melainkan terbitnya fajar kesederhanaan, pancarannya menjuntai dari masa ke masa.
Posted by Unknown | File under :

Ahmad Naufel (Istimewa) Solopos
Ahmad Naufel. Penulis adalah peneliti di Pusat Studi Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Serangan teror penembakan dan bom bunuh diri secara simultan di Paris, Prancis, pada 13-14 November 2015, yang menewaskan tak kurang 150 orang menyedot perhatian dunia untuk bersimpati dan menyeru pray for Paris.

Negara-negara di dunia tiba-tiba dirajut dalam simpati kolosal. Sesaat setalah tragedi berdarah di Paris, Presiden Prancis Francois Hollande menyatakan teror itu sebagai pernyataan perang.

Mengapa dunia begitu terbelalak dan seolah-olah ditarik dalam pusaran duka setelah tragedi itu? Di belahan dunia lain, yang diasumsikan sebagai negara dunia ketiga, setiap hari kecemasan dan prahara menghantui warganya.