Jumat, 30 Desember 2016

Posted by Unknown | File under :

Negeri Gajah Putih, Thailand berduka. Raja Thailand Bhumibol Adulyadej (88) mangkat pada Kamis (13/10). Peristiwa ini menjadi pukulan telak bagi keluarga kerajaan, rakyat Thailand, dan dunia. Rakyat Thailand kehilangan raja yang dicintai dan termanifestasikan dengan ‘berkabung nasional selama satu tahun’. Seluruh badan pemerintahan mengibarkan bendera setengah tiang selama sebulan, dan rakyat mengenakan baju hitam selama tenggat waktu yang tidak ditentukan.


Bhumibol Adulyadej lahir di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, 5 Desember 1927. Ia mendapat gelar sebagai Raja Rama IX pada 9 Juni 1946, di usia ke-19 tahun. Waktu itu ia tengah belajar ilmu hukum dan ilmu politik di Swiss. Diangkat menjadi raja menggantikan kakaknya, Raja Ananda Mahidol yang ditemukan tewas di kamar dengan peluru di kepalanya. Pada 5 Mei 1950, beberapa hari setelah menikah dengan sepupunya, Ratu Sirikit, ia kembali ke Thailand dan dinobatkan sebagai Raja Rama IX.

Kaya Raya

Raja Bhumibol yang mempunyai sikap santun dan sederhana itu berkuasa selama 70 tahun, 126 hari. Tercatat sebagai raja kaya raya dan terlama berkuasa di suatu negara di dunia. Rakyat Thailand telah menganggap Raja Bhumibol sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, bagian dari sejarah rekonstruksi Thailand.

Setelah dinobatkan, secara sistematis membangun seluruh negeri. Tidak sungkan turun ke desa, merealisasikan kekayaan pribadinya untuk membangun sekolah dan sektor pertanian. Mengubah wajah Thailand dari sebuah negeri berbasis pertanian menjadi salah satu negeri industri dan perdagangan modern serta memiliki kelas menengah yang terus berkembang.

Raja Bhumibol menjadi magnet. Menghidupi dan membangun peradaban Negeri Singa Putih. Selalu muncul sebagai penengah jika terjadi ketegangan sipil - militer. Selama 70 tahun terakhir, kudeta demi kudeta terjadi, perdana menteri pun datang dan pergi. Sementara Raja Bhumibol tetap berdiri kokoh di tempatnya. Bahkan, tahun 1992 ketika terjadi kerusuhan berdarah di Bangkok, menyusul kudeta militer, Raja Bhumibol memanggil pelaku kudeta, Jenderal Suchinda Kraprayoon, dan memintanya mundur. Juga meminta menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan darurat.

Ancaman Baru

Kepergian Raja Rama IX, ini meninggalkan banyak pertanyaan politik domestik yang harus menentukan penggantinya menjadi Rama X. Kalau secara garis keturunan adalah putra tertua, putra mahkota Pangeran Maha Vajiralongkorn sebagai satu-satunya anak laki-laki di antara empat anak Bhumibol. Namun pengangkatan raja masih ditunda sampai selesainya masa perkabungan.

Karena itu, duka rakyat Thailand tidak hanya karena kepulangan Sang Raja. Tetapi ada rasa ketar-ketir akan masa depan Thailand. Rakyat meragukan mengingat selama ini Pangeran Maha Vajiralongkorn hidup selalu di bawah bayang-bayang ayahnya. Beban berat sebagai putra mahkota membuat ia tidak dapat mengembangkan kapasitas dirinya secara penuh.
Sepanjang hidupnya, Pangeran Vajiralongkorn lebih sering tinggal di luar Thailand. Sudah menikah dan tiga kali cerai. Ini menjadi antithesis mendiang ayahnya yang menikah hanya sekali dengan satu istri hingga akhir hayatnya.

Ada beberapa pandangan terkait persoalan ini: Pertama, Putra Mahkota Vajiralongkorn tidak memiliki kharisma ayahnya. Raja Rama IX menjadi simbol politik penting di Thailand dalam menyatukan seluruh kekuatan rakyat di tengah arus globalisasi. Perilaku kehidupannya dikhawatirkan akan menjadikan Vajiralongkorn sebagai raja yang justru memberikan dukungan penuh kepada kaum setia, yang didukung elite militer. Yang selama ini berlindung di balik undang-undang lese-majeste yang menghukum siapa saja yang menghina dan menentang raja.
Kedua, persoalan politik domestik Thailand akan menjadi batu sandung serius bagi tumbuhnya Masyarakat ASEAN yang ditopang oleh pilar politik keamanan dalam membangun sistem demokratis menjunjung asasi manusia ke luar dari penindasan kekuasaan. Ketiga, karena hambatan pertumbuhan masyarakat madani ASEAN, sulit bagi organisasi itu untuk menjadikan Asia Tenggara modern terkait dengan perubahan penting guna menata ulang mekanisme ASEAN secara keseluruhan. Inilah ancaman baru otoritas Dinasti Chikri dan rakyat Thailand.

Khairul Mufid; Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 21 Oktober 2016

0 komentar:

Posting Komentar